Minggu, 22 April 2012

ANEMIA DALAM KEHAMILAN


        

           Anemia dalam kandungan ialah kondisi ibu dengan kadar Hb < 11,00 gr%. Pada trimester I dan III atau kadar Hb < 10,50 gr% pada trimester II. Karena ada perbedaan dengan kondisi wanita tidak hamil karena hemodilusi terutama terjadi pada trimester II (Sarwono P, 2002).




1. Etiologi Terjadinya Anemia


Menurut Mochtar (1998), disebutkan bahwa penyebab terjadinya anemia adalah :
 1. Kurang Gizi (Mal Nutrisi)
Disebabkan karena kurang nutrisi kemungkinan menderita anem
 2. Kurang Zat Besi Dalam Diet
 Diet berpantang telur, daging, hati atau ikan dapat membuka kemungkinan menderita   anemia karena diet.

3. Mal Absorbsi
             Penderita gangguan penyerapan zat besi dalam usus dapat menderita anemia. Bisa terjadi karena gangguan pencernaan atau dikonsumsinya substansi penghambat seperti kopi, teh atau serat makanan tertentu tanpa asupan zat besi yang cukup. Kehilangan banyak darah : persalinan yang lalu, dan lain-lain.
               Semakin sering seorang anemia mengalami kehamilan dan melahirkan akan semakin banyak kehilangan zat besi dan akan menjadi anemia. Jika cadangan zat besi minimal, maka setiap kehamian akan menguras persediaan zat besi tubuh dan akan menimbulkan anemia pada kehamilan berikutnya.
4.Penyakit-Penyakit Kronis
       Penyakit-penyakit kronis seperti : TBC Paru, Cacing usus, dan Malaria dapat menyebabkan anemia.

2. Patofisiologi
           Darah bertambah banyak dalam kehamilan yang lazim disebut hidremia atau hipervolemia. Namun bertambahnya sel-sel darah adalah kurang jika dibandingkan dengan bertambahnya plasma sehingga terjadi pengenceran darah. Di mana pertambahan tersebut adalah sebagai berikut : plasma 30%, sel darah 18%, dan hemoglobin 19%.
       Pengenceran darah dianggap sebagai penyesuaian diri secara fisiologi dalam kehamilan dan bermanfaat bagi wanita hamil tersebut. Pengenceran ini meringankan beban jantung yang harus bekerja lebih berat dalam masa hamil, karena sebagai akibat hipervolemia tersebut, keluaran jantung (cardiac output) juga meningkat. Kerja jantung ini lebih ringan apabila viskositas darah rendah. Resistensi perifer berkurang pula, sehingga tekanan darah tidak naik.
       Frekuensi ibu hamil dengan anemia di Indonesia relatif tinggi, yaitu 63,5%, sedangkan di Amerika Serikat hanya 6%. Kekurangan gizi dan perhatian yang kurang terhadap ibu hamil merupakan predisposisi anemia defisiensi besi ibu hamil di Indonesia. Menurut WHO, 40% kematian ibu di negara berkembang berkaitan dengan anemia dalam kehamilan. Kebanyakan anemia dalam kehamilan disebabkan oleh defisiensi besi dan perdarahan akut, bahkan tidak jarang keduanya saling berinteraksi.

        Kebutuhan ibu selama kehamilan adalah 800 mg besi, di mana 300 mg untuk janin plasenta dan 500 mg untuk pertambahan eritrosit ibu. Dengan demikian ibu membutuhkan tambahan sekitar 2-3 mg besi/hari. Terdapat beberapa kondisi yang menyebabkan anemia defisiensi besi, misalnya : infeksi kronik, penyakit hati, dan thalasemia.
           Anemia dalam kehamilan memberi pengaruh kurang baik bagi ibu, baik dalam kehamilan, persalinan, maupun nifas dan masa selanjutnya. Penyulit-penyulit yang dapat timbul akibat anemia adalah : keguguran (abortus), kelahiran prematur, persalinan yang lama akibat kelelahan otot rahim di dalam berkontraksi (inersia uteri), perdarahan pasca melahirkan karena tidak adanya kontraksi otot rahim (atonia uteri), syok, infeksi baik saat bersalin maupun pasca bersalin, serta anemia yang berat (<4 gr%) dapat menyebabkan dekompensasi kordis. Di samping itu, hipoksia akibat anemia dapat menyebabkan syok dan kematian pada ibu pada persalinan yang sulit, walaupun tidak terjadi perdarahan.
       Anemia dalam kehamilan juga memberikan pengaruh kurang baik bagi hasil pembuahan (konsepsi) seperti : kematian mudigah, kematian perinatal, bayi lahir prematur, dapat terjadi cacat bawaan, dan cadangan besi yang kurang. Sehingga anemia dalam kehamilan merupakan sebab potensial kematian dan kesakitan pada ibu dan anak.

        Anemia dalam kehamilan dapat dibagi sebagai berikut : anemia defisiensi besi, anemia megaloblastik, anemia hipoplastik, dan anemia hemolitik. Anemia defisiensi besi merupakan anemia yang paling sering dijumpai dalam kehamilan. Anemia akibat kekurangan zat besi ini disebabkan karena kurang masuknya unsur besi dalam makanan, gangguan penyerapan, gangguan penggunaan, dan karena terlalu banyak zat besi keluar tubuh, misalnya pada perdarahan.
           Keperluan terhadap zat besi bertambah dalam kehamilan, terutama dalam trimester terakhir. Apabila masuknya zat besi tidak ditambah dalam kehamilan, maka akan sangat mudah untuk terjadinya anemia defisiensi besi, terutama pada kehamilan kembar. Untuk daerah khatulistiwa seperti Indonesia, zat besi lebih banyak keluar melalui air peluh dan melalui kulit.

3. Gejala dan Tanda

         Ibu hamil dengan keluhan lemah, pucat, mudah pingsan, dengan tekanan darah dalam batas normal, perlu dicurigai anemia defisiensi besi. Dan secara klinis dapat dilihat tubuh yang pucat dan tampak lemah (malnutrisi).
1. Gejala Yang Sering Terjadi
Kelelahan dan kelemahan umum dapat merupakan satu-satunya gejala kapasitas oksigen. Banyak pasien asimtomatik, bahkan dengan anemia derajat sedang.
2. Riwayat Penyakit Dahulu
Riwayat penyakit dahulu anemia refrakter, sering infeksi atau kolelitiasis atau riwayat keluarga anemia menggambarkan kemungkinan Hemoglobinopati genetik.
3. Pemeriksaan Fisik
Pemeriksaan umum : Takikardi, takipnea, dan tekanan nadi yang melebar merupakan mekanisme kompensasi untuk meningkatkan aliran darah dan pengangkutan oksigen ke organ utama. Ikterus dapat dilihat pada anemia hemolitik. Gambaran fisik lain yang menyertai anemia berat meliputi kardiomegali, bising, hepatomegali dan splenomegali.

4.Tes Laboratorium
Hitung sel darah merah dan asupan darah : untuk tujuan praktis maka anemia selama kehamilan dapat didefinisikan sebagai Hb < 10,00 atau 11,00 gr% dan hemotokrit < 30,00-33,00%. Asupan darah tepi memberikan evaluasi morfologi, eritrosit, hitung jenis leukosit dan perkiraan kekuatan trombosit (Taber, 1994).
Wanita hamil cenderung terkena anemia pada 3 bulan terakhir, karena pada masa itu janin menimbun cadangan zat besi untuk diri sendiri sebagai persediaan bulan pertama sesudah lahir.

 Klasifikasi anemia menurut Setiawan Y (2006), anemia dalam kehamilan dapat dibagi menjadi :
   1 Anemia Zat Besi (kejadian 62,30%)
Anemia dalam kehamilan yang paling sering ialah anemia akibat kekurangan zat besi. Kekurangan ini disebabkan karena kurang masuknya unsur zat besi dalam makanan, gangguan reabsorbsi, dan penggunaan terlalu banyaknya zat besi.
  2 Anemia Megaloblastik (kejadian 29,00%)
Anemia megaloblastik dalam kehamilan disebabkan karena defisiensi asam folat.
  3 Anemia Hipoplastik (kejadian 80,00%)
Anemia pada wanita hamil yang disebabkan karena sumsum tulang kurang mampu membuat sel-sel darah merah. Dimana etiologinya belum diketahui dengan pasti kecuali sepsis, sinar rontgen, racun dan obat-obatan.
 4 Anemia Hemolitik (kejadian 0,70%)
Anemia yang disebabkan karena penghancuran sel darah merah berlangsung lebih cepat, yaitu penyakit malaria.
 5 Anemia Lain

Pembagian anemia berdasarkan pemeriksaan hemoglobin menurut Manuaba (2007), adalah :
1. Tidak anemia : Hb 11,00 gr%
2. Anemia ringan : Hb 9,00-10,00 gr%
3. Anemia sedang : Hb 7,00-8,00 gr%
4. Anemia berat : Hb < 7,00 gr%

5. Komplikasi Anemia Dalam Kehamilan

 Komplikasi anemia dalam kehamilan memberikan pengaruh langsung terhadap janin, sedangkan  pengaruh komplikasi pada kehamilan dapat diuraikan, sebagai berikut :

  1 Bahaya Pada Trimester I
Pada trimester I, anemia dapat menyebabkan terjadinya missed abortion, kelainan congenital, abortus / keguguran.


 2 Bahaya Pada Trimester II
Pada trimester II, anemia dapat menyebabkan terjadinya partus premature, perdarahan ante partum, gangguan pertumbuhan janin dalam rahim, asfiksia intrapartum sampai kematian, gestosis dan mudah terkena infeksi, dan dekompensasi kordis hingga kematian ibu.
 3 Bahaya Saat Persalinan
Pada saat persalinan anemia dapat menyebabkan gangguan his primer, sekunder, janin lahir dengan anemia, persalinan dengan tindakan-tindakan tinggi karena ibu cepat lelah dan gangguan perjalanan persalinan perlu tindakan operatif (Mansjoer dkk, 2008).

6. Penatalaksanaan Anemia Kehamilan


       Menurut Setiawan Y (2006), dijelaskan bahwa pencegahan dan terapi anemia pada kehamilan berdasarkan klasifikasi anemia adalah sebagai berikut :
1. Anemia Zat Besi Bagi Wanita Hamil
Saat hamil zat besi dibutuhkan lebih banyak daripada saat tidak hamil. Pada kehamilan memerlukan tambahan zat besi untuk meningkatkan jumlah sel darah merah dan membentuk sel darah merah janin dan plasenta, kebutuhan zat besi pada setiap trimester berbeda. Terutama pada trimester kedua dan ketiga wanita hamil memerlukan zat besi dalam jumlah banyak, oleh karena itu pada trimester kedua dan ketiga harus mendapatkan tambahan zat besi. Oleh karena itu pencegahan anemia terutama di daerah-daerah dengan frekuensi kehamilan yang tinggi sebaiknya wanita hamil diberi sulfas ferrossus atau glukonas ferrosus, cukup 1 tablet sehari, selain itu wanita dinasihatkan pula untuk makan lebih banyak protein dan sayur-sayuran yang banyak mengandung mineral serta vitamin. Terapinya adalah oral (pemberian ferro sulfat 60 mg / hari menaikkan kadar Hb 1,00 gr% dan kombinasi 60 mg besi + 500 mcg asam folat) dan parenteral (pemberian ferrum dextran sebanyak 1000 mg (20 ml) intravena atau 2 x 50 ml gr diberikan secara intramuskular pada gluteus maksimus dapat meningkatkan Hb relatif lebih cepat yaitu 2,00 gr% (dalam waktu 24 jam). Pemberian parentral zat besi mempunyai indikasi kepada ibu hamil yang terkena anemia berat). Sebelum pemberian rencana parenteral harus dilakukan test alergi sebanyak 0,50 cc / IC.

2. Anemia Megaloblastik
Pencegahannya adalah apabila pemberian zat besi tidak berhasil maka ditambah dengan asam folat, adapun terapinya adalah asam folat 15-30 mg / hari, vitamin B12 1,25 mg / hari, sulfas ferrosus 500 mg / hari, pada kasus berat dan pengobatan per oral lambat sehingga dapat diberikan transfusi darah.


3. Anemia Hipoplastik

        Anemia hipoplastik ini dianggap komplikasi kehamilan dimana pengobatan adalah tranfusi darah.
4. Anemia Hemolitik
Pengobatan adalah tranfusi darah.
5. Anemia Lain
Dengan pemeriksaan darah dilakukan minimal dua kali selama kehamilan yaitu pada trimester I dan III. Dengan pertimbangan bahwa sebagian besar ibu hamil mengalami anemia, maka dilakukan pemberian tablet besi sebanyak 90 tablet pada ibu hamil di Puskesmas, artinya ibu hamil setiap hari mengkonsumsi 1 tablet besi.
















Tidak ada komentar:

Posting Komentar