Darah bertambah banyak dalam kehamilan yang lazim disebut hidremia
atau hipervolemia. Namun bertambahnya sel-sel darah adalah kurang jika
dibandingkan dengan bertambahnya plasma sehingga terjadi pengenceran darah. Di
mana pertambahan tersebut adalah sebagai berikut : plasma 30%, sel darah 18%,
dan hemoglobin 19%.
Pengenceran darah dianggap sebagai penyesuaian diri secara
fisiologi dalam kehamilan dan bermanfaat bagi wanita hamil tersebut.
Pengenceran ini meringankan beban jantung yang harus bekerja lebih berat dalam
masa hamil, karena sebagai akibat hipervolemia tersebut, keluaran jantung (cardiac
output) juga meningkat. Kerja jantung ini lebih ringan apabila
viskositas darah rendah. Resistensi perifer berkurang pula, sehingga tekanan
darah tidak naik.
Frekuensi ibu hamil dengan anemia di Indonesia relatif tinggi,
yaitu 63,5%, sedangkan di Amerika Serikat hanya 6%. Kekurangan gizi dan
perhatian yang kurang terhadap ibu hamil merupakan predisposisi anemia
defisiensi besi ibu hamil di Indonesia. Menurut WHO, 40% kematian ibu di negara
berkembang berkaitan dengan anemia dalam kehamilan. Kebanyakan anemia dalam
kehamilan disebabkan oleh defisiensi besi dan perdarahan akut, bahkan tidak
jarang keduanya saling berinteraksi.
Kebutuhan ibu selama kehamilan adalah 800 mg besi, di mana 300 mg
untuk janin plasenta dan 500 mg untuk pertambahan eritrosit ibu. Dengan
demikian ibu membutuhkan tambahan sekitar 2-3 mg besi/hari. Terdapat beberapa
kondisi yang menyebabkan anemia defisiensi besi, misalnya : infeksi kronik,
penyakit hati, dan thalasemia.
Anemia dalam kehamilan memberi pengaruh kurang baik bagi ibu, baik
dalam kehamilan, persalinan, maupun nifas dan masa selanjutnya.
Penyulit-penyulit yang dapat timbul akibat anemia adalah : keguguran (abortus),
kelahiran prematur, persalinan yang lama akibat kelelahan otot rahim di dalam
berkontraksi (inersia uteri), perdarahan pasca melahirkan karena tidak adanya
kontraksi otot rahim (atonia uteri), syok, infeksi baik saat bersalin maupun
pasca bersalin, serta anemia yang berat (<4 gr%) dapat menyebabkan
dekompensasi kordis. Di samping itu, hipoksia akibat anemia dapat menyebabkan
syok dan kematian pada ibu pada persalinan yang sulit, walaupun tidak terjadi
perdarahan.
Anemia dalam kehamilan juga memberikan pengaruh kurang baik bagi
hasil pembuahan (konsepsi) seperti : kematian mudigah, kematian perinatal, bayi
lahir prematur, dapat terjadi cacat bawaan, dan cadangan besi yang kurang.
Sehingga anemia dalam kehamilan merupakan
sebab potensial kematian dan kesakitan pada ibu dan anak.
Anemia dalam kehamilan dapat dibagi sebagai berikut : anemia defisiensi
besi, anemia megaloblastik, anemia hipoplastik, dan anemia hemolitik. Anemia
defisiensi besi merupakan anemia yang paling sering dijumpai dalam kehamilan.
Anemia akibat kekurangan zat besi ini disebabkan karena kurang masuknya unsur
besi dalam makanan, gangguan penyerapan, gangguan penggunaan, dan karena
terlalu banyak zat besi keluar tubuh, misalnya pada perdarahan.
Keperluan terhadap zat besi bertambah dalam kehamilan, terutama
dalam trimester terakhir. Apabila masuknya zat besi tidak ditambah dalam
kehamilan, maka akan sangat mudah untuk terjadinya anemia defisiensi besi,
terutama pada kehamilan kembar. Untuk daerah khatulistiwa seperti Indonesia,
zat besi lebih banyak keluar melalui air peluh dan melalui kulit.
3. Gejala dan Tanda
Ibu hamil dengan keluhan lemah, pucat, mudah pingsan, dengan
tekanan darah dalam batas normal, perlu dicurigai anemia defisiensi besi. Dan
secara klinis dapat dilihat tubuh yang pucat dan tampak lemah (malnutrisi).
1.
Gejala Yang Sering Terjadi
Kelelahan dan kelemahan umum dapat merupakan satu-satunya gejala kapasitas
oksigen. Banyak pasien asimtomatik, bahkan dengan anemia derajat sedang.
2. Riwayat Penyakit Dahulu
Riwayat penyakit dahulu anemia refrakter, sering infeksi atau kolelitiasis atau
riwayat keluarga anemia menggambarkan kemungkinan Hemoglobinopati genetik.
3. Pemeriksaan Fisik
Pemeriksaan umum : Takikardi, takipnea, dan tekanan nadi yang melebar merupakan
mekanisme kompensasi untuk meningkatkan aliran darah dan pengangkutan oksigen
ke organ utama. Ikterus dapat dilihat pada anemia hemolitik. Gambaran fisik
lain yang menyertai anemia berat meliputi kardiomegali, bising, hepatomegali
dan splenomegali.
4.Tes
Laboratorium
Hitung sel darah merah dan asupan darah : untuk tujuan praktis maka anemia
selama kehamilan dapat didefinisikan sebagai Hb < 10,00 atau 11,00 gr% dan
hemotokrit < 30,00-33,00%. Asupan darah tepi memberikan evaluasi morfologi,
eritrosit, hitung jenis leukosit dan perkiraan kekuatan trombosit (Taber,
1994).
Wanita hamil cenderung terkena anemia pada 3 bulan
terakhir, karena pada masa itu janin menimbun cadangan zat besi untuk diri
sendiri sebagai persediaan bulan pertama sesudah lahir.
Klasifikasi anemia menurut Setiawan Y
(2006), anemia dalam kehamilan dapat dibagi menjadi :
1 Anemia Zat Besi (kejadian 62,30%)
Anemia dalam kehamilan yang paling sering ialah anemia akibat kekurangan zat
besi. Kekurangan ini disebabkan karena kurang masuknya unsur zat besi dalam
makanan, gangguan reabsorbsi, dan penggunaan terlalu banyaknya zat besi.
2 Anemia Megaloblastik (kejadian 29,00%)
Anemia megaloblastik dalam kehamilan disebabkan karena defisiensi asam folat.
3 Anemia Hipoplastik (kejadian 80,00%)
Anemia pada wanita hamil yang disebabkan karena sumsum tulang kurang mampu
membuat sel-sel darah merah. Dimana etiologinya belum diketahui dengan pasti
kecuali sepsis, sinar rontgen, racun dan obat-obatan.
4 Anemia Hemolitik (kejadian 0,70%)
Anemia yang disebabkan karena penghancuran sel darah merah berlangsung lebih
cepat, yaitu penyakit malaria.
5
Anemia Lain
Pembagian
anemia berdasarkan pemeriksaan hemoglobin menurut Manuaba (2007), adalah :
1. Tidak anemia : Hb 11,00 gr%
2. Anemia ringan : Hb 9,00-10,00 gr%
3. Anemia sedang : Hb 7,00-8,00 gr%
4. Anemia berat : Hb < 7,00 gr%
5. Komplikasi Anemia Dalam Kehamilan
Komplikasi anemia dalam kehamilan
memberikan pengaruh langsung terhadap janin, sedangkan pengaruh
komplikasi pada kehamilan dapat diuraikan, sebagai berikut :
1 Bahaya Pada Trimester I
Pada trimester I, anemia dapat menyebabkan terjadinya missed abortion, kelainan
congenital, abortus / keguguran.
2
Bahaya Pada Trimester II
Pada trimester II, anemia dapat menyebabkan terjadinya partus premature,
perdarahan ante partum, gangguan pertumbuhan janin dalam rahim, asfiksia
intrapartum sampai kematian, gestosis dan mudah terkena infeksi, dan
dekompensasi kordis hingga kematian ibu.
3 Bahaya Saat Persalinan
Pada saat persalinan anemia dapat menyebabkan gangguan his primer, sekunder, janin
lahir dengan anemia, persalinan dengan tindakan-tindakan tinggi karena ibu
cepat lelah dan gangguan perjalanan persalinan perlu tindakan operatif
(Mansjoer dkk, 2008).
6. Penatalaksanaan Anemia Kehamilan
Menurut
Setiawan Y (2006), dijelaskan bahwa pencegahan dan terapi anemia pada kehamilan
berdasarkan klasifikasi anemia adalah sebagai berikut :
1. Anemia Zat Besi Bagi Wanita Hamil
Saat hamil zat besi dibutuhkan lebih banyak daripada saat tidak hamil. Pada
kehamilan memerlukan tambahan zat besi untuk meningkatkan jumlah sel darah
merah dan membentuk sel darah merah janin dan plasenta, kebutuhan zat besi pada
setiap trimester berbeda. Terutama pada trimester kedua dan ketiga wanita hamil
memerlukan zat besi dalam jumlah banyak, oleh karena itu pada trimester kedua
dan ketiga harus mendapatkan tambahan zat besi. Oleh karena itu pencegahan
anemia terutama di daerah-daerah dengan frekuensi kehamilan yang tinggi
sebaiknya wanita hamil diberi sulfas ferrossus atau glukonas ferrosus, cukup 1
tablet sehari, selain itu wanita dinasihatkan pula untuk makan lebih banyak
protein dan sayur-sayuran yang banyak mengandung mineral serta vitamin.
Terapinya adalah oral (pemberian ferro sulfat 60 mg / hari menaikkan kadar Hb
1,00 gr% dan kombinasi 60 mg besi + 500 mcg asam folat) dan parenteral
(pemberian ferrum dextran sebanyak 1000 mg (20 ml) intravena atau 2 x 50 ml gr
diberikan secara intramuskular pada gluteus maksimus dapat meningkatkan Hb
relatif lebih cepat yaitu 2,00 gr% (dalam waktu 24 jam). Pemberian parentral zat
besi mempunyai indikasi kepada ibu hamil yang terkena anemia berat). Sebelum
pemberian rencana parenteral harus dilakukan test alergi sebanyak 0,50 cc / IC.
2.
Anemia Megaloblastik
Pencegahannya adalah apabila pemberian zat besi tidak berhasil maka ditambah
dengan asam folat, adapun terapinya adalah asam folat 15-30 mg / hari, vitamin
B12 1,25 mg / hari, sulfas ferrosus 500 mg / hari, pada kasus berat dan
pengobatan per oral lambat sehingga dapat diberikan transfusi darah.
3. Anemia Hipoplastik
Anemia
hipoplastik ini dianggap komplikasi kehamilan dimana pengobatan adalah tranfusi
darah.
4. Anemia Hemolitik
Pengobatan adalah tranfusi darah.
5. Anemia Lain
Dengan pemeriksaan darah dilakukan minimal dua kali selama kehamilan yaitu pada
trimester I dan III. Dengan pertimbangan bahwa sebagian besar ibu hamil
mengalami anemia, maka dilakukan pemberian tablet besi sebanyak 90 tablet pada
ibu hamil di Puskesmas, artinya ibu hamil setiap hari mengkonsumsi 1 tablet
besi.